THE LAST FIRST LOVE
Orang-orang bilang, masa sekolah itu
masa-masa indah, terutama saat SMA. Entah apa yang membuat mereka berpendapat
semacam itu, mungkin menurutku pendapat itu bisa diterima. Salah satu alasan
mereka yang bisa kuterima yaitu seperti mereka menceritakan akan hangatnya
cinta pertama. Hembusan serta terpaan setiap angin kasih sayang yang mereka
sering dengung-dengungkan. Entah apalah maksudnya itu.
Saat pandangan pertama, tepat pada saat aku rasakan getaran yang kau getarkan
tepat pada jantung hatiku. Sinar matamu yang indah kau pancarkan tepat pada
bola mataku.. Aku Mutia, ya namaku. Saat itu,,
Terlambat, ya kegiatan terlambat atau lebih populer
disebut “kesiangan” memang sudah menjadi rutinitasku datang ke sekolah dan
duduk di kelas XI IA 3 dengan waktu yang relatif siang, walau gak siang-siang
banget sih..
Waktu itu, ku berlari tiga perempat mati. Kutelusuri koridor sekolahku. Jantung
ku dag dig dug tak menentu. Cukup satu hal yang membuat ku bisa seperti itu,
yaitu kesiangan.
“Tuk…tuk…tuk...” langkah kaki ini makin cepat untuk menuju sebuah ruangan yang
kuanggap penuh dengan kesesakan di dalamnya. Kulirik jam tangan calvin klein
yang kulilitkan di tangan kiriku.
“Ya ampuunn.. udah jam 7.. aduh bisa kena marah bu diane ini guee” , gumamku
dalam hati sambil tak henti-hentinya kaki ini berlari menuju kelas.
Aku pun makin menambah kecepatan lariku tanpa perduli siapa pun yang ada di
koridor. Namun tiba-tiba aku pun bertabrakan dengan seseorang yang membuat
buku-buku yang kupeluk jatuh berserakan kemana-mana. Aku memang ga tau dia
datang dari mana tapi yang jelas dia datangnya dari arah yang berlawanan
“Brukk.. Aduhhhh.!!” Teriakku kepada sesosok cowok yang kukenal dan ternyata
itu Dyo, seorang kapten futsal yang cukup popular di sekolahku.
Tubuhnya proposional kulitnya putih dengan hidung yang mancung serta rambut
yang sedikit berponi menambah kesan maskulin pada dirinya. Pantas aja banyak
cewek di sekolahku yang naksir ke dia. Aku pun bimbang harus berbuat apa.
“Eh,kalo jalan tuh pake mata dong!”, omel ku kepadanya “Dih gw jalan pake kaki
ya, lagian juga siapa coba yang ga jelas lari-larian” balas dia sinis.
Jujur, ucapannya tadi membuat nyali ku makin ciut. Aku tau memang aku yang
salah, lari-larian ke kelas supaya ga kena omelan bu Diane yang saat itu ia mau
mengambil nilai ulangan harian bab Disintegarsi Bangsa. Aku juga sebenarnya
malu dengan tindakan ku tadi yang terbilang tidak sopan tapi karena sudah
terlanjur, ya sudah aku memberanikan diri untuk menentangnya.
“Yaudah bantuin kek, minta maaf kek. Apa kek..! Liat tuhh buku gue pada jatuh
kan nih ahh!!” bentak ku padanya sambil merapikan buku-buku ku yang berserakan
di lantai koridor sekolah.
“Lah kenapa gue harus minta maaf coba, jelas yang salah tuh elo ya. Gue lagi
jalan nyantai tiba-tiba lo lari-larian ga jelas gitu”. Kata dia dengan nada
kesal
Perkataannya barusan makin menyudutkanku. Kulihat jam di tanganku, tak terasa
udah jam 07.15. Duhh gawaaatt, gara-gara cowok ini aku jadi makin kesiangan
sampai di kelas nanti. Akhirnya aku pun memutuskan untuk segera lekas pergi
meninggalkannya dengan muka tanpa dosa.
“Ishh, dasar aneh, gila!” aku mendengar ucapan itu dari mulutnya “bleeeee…” aku
membalasnya dengan menjulurkan lidah ku dan berlari meninggalkannya.
***
Rasa yang aneh muncul dalam hatiku. Entah darimana datangnya rasa itu, sangat
sulit untuk bisa kuartikan di malam yang penuh dengan taburan bintang di
angkasa. Angin lembut yang menerpa kulit ini, malah membuat ku semakin tidak
bisa memejamkan mata. Aneh, sedang kurasakan dalam otak teraduk dengan berjuta
lamuanku akan sosok yang menabrakku tadi. Semakin kucoba untuk melepas memori
yang tadi ku alami, justru bayang-bayang itu semakin hadir dalam pelukan hangat
mimpiku dengan berjuta kesunyian. Kesal dan senang, mungkin itu gambaran
suasana hatiku di malam ini ketika ku mengingat sosok cowok yang menabrakku
tadi. Hal yang pasti kurasa malam ini adalah beban pikiran ku akan Dyo.
Terasa banyak teroran yang masuk ke iPhone 5 putih milikku. Entah siapa itu,
aku juga tak mengetahuinya, apalagi menebaknya. Hanya ribuan bahkan jutaan
pertanyaan yang bertumpuk di memori otakku. Siapa siapa dan siapa orang yang
tiap hari menggangguku dengan ratusan sms ini. Kata-kata penuh mutiara itu
membuat mata dan hati ini gundah tak menentu. Hari demi hari sms yang masuk
makin membuatku penasaran. Berkali-kali sudah ku bertanya siapa dirinya. Namun,
dia hanya menjawab “First Time”. Aku pun bingung sama sekali tidak mengerti apa
maksudnya.
Senja ini aku lebih memilih untuk sekedar menikmati langit sore yang indah di
tengah hiruk pikuknya ibukota. Lebih tepatnya aku duduk di sebuah ayunan taman
yang berada di kompleks rumahku. Suasananya indah, cukup sepi. Tidak seperti
biasanya yang ramai dengan anak-anak kompleks yang bermain di situ. Saat ini
hanya ada segelintir anak kecil yang sedang asik mengejar kupu-kupu yang
menghiasi taman. Namun suasana ini cukup cocoklah dengan kondisi hatiku saat
ini. Inilah saat yang tepat untuk menenangkan hati dan pikiran yang cukup
rumit. Kupejamkan mata seraya membiarkan angin berhembus menerpa setiap helai
rambutku dengan lantunan mesra lagu-lagu klasik yang ku dengar melalui headset
dari iPhone 5 ku. Diriku pun terbuai olehnya membuat ku semakin menghayal entah
kemana. Hayalanku pun semakin tidak menentu, dan membuat raga ini melayang
dalam angan-angan bersama hangatnya sebuah pertemuan akan cinta pertama dalam
bayang-bayang imipian yang melanglangbuana entah kemana. Yang ada di pikiranku
saat ini adalah sesosok pemain futsal populer.
Semua khayalanku membuyar ketika getaran tanda sms datang dari iPhone ku.
Kubuka...ternyata dari orang yang selalu meneror ku rupanya.
<tanpa nama>
Lo penasaran gue siapa?
<mutia>
Y
<tanpa nama>
Temuin gue besok di taman kota jam 16.00
Aku tak menjawab smsnya lagi. Bagiku sudah cukup jelas bahwa besok aku harus
datang kesana untuk menjawab pertanyaanku selama ini.
***
“Tim futsal sekolah kita akan berlaga pada pertandingan futsal se-Pulau Jawa”
kata-kata itu kudengar dari speaker sekolah yang ada di kelasku. Mendengar hal
itu, aku pun menghentukan aktivitas tanganku yang sedang menulis.
“Berarti sekarang dia maen dong, moga kamu menang ya Dyo” doa ku dalam hati,
kemudian aku melanjutkan menulis.
Dilapangan, aku melihat rombongan tim futsal segera bersiap-siap menuju mobil
sekolah. Sepertinya mereka hendak berangkat. Pukul 9.40, pagi sekali pikirku
pertandingannya. Mata ku dan mata Dyo pun saling bertumpu pada satu titik
fokus. Aku mencoba tersenyum ramah, tapi dia? Memalingkan muka!
Hari ini, hatiku sangat senang, tepat pukul 14.00 aku mendapat berita bahwa
sekolahku menang tanding Futsal. Hari ini pula aku tepat pukul 16.00 akan
bertemu dengan pengagum rahasia ku di Taman Kota.
***
Entah berapa lama aku harus menunggu di sini. Setiap detik terasa makin cepat
bagiku saat ini. Hari pun makin sore, namun belum ada juga seseorang yang
menghampiriku sepertinya. Tiba-tiba handphone ku berdering, tanpa pikir
panjang, dengan seyakin-yakinnya kujawab.
“halo, ini siapa?” sapaku
“halo”, sapanya balik “cepat Anda menuju ke Rumah Sakit Cendana ruang 8c melati
lantai 3.” Suara berat khas laki-laki di ujung sana. Telefon terputus sebelum
aku hendak membalas.
Aku bingung dengan semua ini. Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke rumah sakit
itu. Untungnya letaknya dekat dengan tempatku menunggu. Aku segera berlari
menuju pintu rumah sakit setelah turun dari taksi yang tadi kutumpangi itu.
Segera aku menuju ruang 8c melati, dan kuketuk. Ternyata apa yang kulihat?
Sesosok laki-laki yang tidak kukenal sedang duduk di sebelah seseorang yang
terbaring tertutup kain. Kutaksir sekitar 3 tahun usianya diatasku.
“Anda siapa?” tanyaku
“Saya hanya menolong orang ini dan ketika saya tanya siapa keluarganya yang
harus dihubungi, dia meminta saya untuk menghubungi seseorang yang bernama
“First Time” di kontaknya. Dia juga meminta saya untuk memberikan bungkusan ini
untuknya, dan yang aku lihat dia sempat menulis surat juga, untuk Mutia
katanya.” Jelas pria itu panjang lebar, lalu ia memberikan bungkusan itu padaku
dan lekas pergi meninggalkan ruangan itu.
Kini hanya aku dan seseorang yang terbungkus kain di ruangan itu. Aku masih enggan
dan tidak berkeinginan untuk membuka kain itu. Hatiku terasa, entah apa namanya
saat itu ketika kubuka bungkusan itu. Kemudian ku melihat sekotak cokelat
ditemani dengan setangkai mawar merah tanpa duri. Sepertinya dia cukup telaten
untuk membersihkan mawar itu dari duri-durinya. Lalu kubuka suratnya.
Dear, Mutia
Mutia, sebenernya tanganku ini tak mampu menahan lagi hasrat buat memberikan
bingkisan ini untukmu. Bibir ini mencair untuk ucapkan sebuah kata cinta
untukmu. Tapi, apa mungkin? Apa mungkin aku dapat lakukan semua ini di saat nafas
ini terengah? Saat ragaku lemah dan tak mampu bergerak? Saat mulutku membeku
seketika?
Bagaimanapun caranya aku ingin kau menerima bingkisan ini meski dari tangan
yang berbeda. Sekali lagi maaf telah bersembunyi dari kemelut perasaan yang
tertunda.
Maaf pula aku tak dapat menemuimu di tempat yang kujanjikan.
Surat itu terjatuh dari tanganku. Seolah mimpi menghampiriku saat kulihat nama
yang tertera di bawah tanda tangan itu, Dyo. Bingkisan yang ku genggam pun ikut
terjatuh. Ternyata, julukan First Time adalah seseorang yang juga aku sayang.
First Time, karena kami pertama bertemu.
Hatiku yang penasaran mencoba mengembalikan nyali yang koyak dan menciut.
Pelan-pelan ku coba membuka kain penutup tersebut. Dan apa kini yang tengah ku
lihat? Kulihat dengan jelas paras seorang cowok tepat pada saat bertemu dan
bertabrakan di koridor sekolah lalu. Seorang pemain Futsal terpopuler yang
bernomor punggung 27. Dyo, ya itu dyo. Tak kuasa diri ini menahan tangis yang
telah siap untuk membanjiri ruangan ini. Seorang yang terbujur kaku di
hadapanku ini adalah orang yang sangat kudambakan kehadirannya dalam
kehidupanku. Seorang Dyo, cuek nan romantis.
Air mataku masih enggan untuk berhenti. Seolah mengerti akan perasaanku kini.
Ku lirik meja di sebelah ranjang, ku lihat ada 2 piala yang berdiri tegak
diatasnya dan bertuliskan.
“JUARA 1 PERTANDINGAN FUTSAL SE-PULAU JAWA” ku tersenyum melihatnya. Lalu
mataku beranjak mengamati tulisan di piala sebelahnya. “PEMAIN FUTSAL TERBAIK”,
semakin dalam kini kurasa. Harusnya saat ini, aku dan Dyo berada di Taman Kota,
bukan di rumah sakit.
Ternyata, Dyo mengalami kecelakaan saat menuju ke tempat yang dia janjikan,
Taman Kota. Dia mengemudikan sepeda motornya dengan kecepatan yang luar biasa,
hingga jiwanya harus berpisah dengan raganya.
Aku beranjak berdiri mengambil surat yang tadi terjatuh. Lalu kuambil pulpen
yang tersedia di meja bersebelahan dengan piala tadi. Ku tulis di belakang
lembar itu.
“You are my first love of my first time”
*********
Unsur-unsur
Instristik dan estristik
Unsur
Instristik
1.) Tema
Cinta pertama dan terakhir di
pertemuan pertama
2.) Alur
Alur maju
3.) Tokoh
-
Mutia :
Seorang siswi yang menyukai seseorang
kapten futsal diSMAnya
-
Dyo :
Kapten futsal terpopuler diSMAnya
-
Bu Diane : Seorang Guru
4.) Sudut
pandang
Orang pertama pelaku utama dalam
cerita
5.) Latar
-
Pagi hari disekolah (Terburu-buru)
-
Di Kelas
-
Taman Kota di sore hari
-
Koridor Sekolah (Khawatir dan
terburu-buru)
-
Senja hari di Ayunan Taman yang berada
di Kompleks Rumah Mutia (Suasananya indah, dan cukup sepi)
-
Sore hari di Rumah Sakit Cendana ruang 8c
melati lantai 3 (Sedih dan duka)
6.) Amanat
-
Cobalah beranikan diri untuk
mengungkapkan perasaan terhadap seseorang yang dicintai selagi masih ada waktu.
7.) Watak
-
Mutia :
Tidak mau mengakui kesalahannya, baik, ramah, murah senyum
-
Dyo :
Cuek, misterius, romantis, baik, jutek
Unsur
Estristik
1.) Nilai
Sosial : Bantulah orang yang sedang
terkena kecelakaan meskipun bukan bagian dari keluarga.
2.) Nilai
Moral : Bersikaplah sopan terhadap
seumuran maupun yang lebih tua.
3.) Nilai
Budaya : -