Sunday, March 1, 2015

Resensi Cerpen Buku Selamanya Cinta

Resensi Cerpen 

Judul Buku : Selamanya Cinta 


A. Identitas Cerpen

1.) Judul Cerpen : Dunia Hanya Seluas Daun Kelor

2.) Pengarang      : Roidah

3.) Penerbit          : ©Diva Press

4.) Tebal Buku     : 236 Halaman

5.) Cetakan           : Cetakan Pertama Januari 2005

6.) Penerjemah     : -

7.) Cerpen yang diresensi : Dari Halaman 57 s/d 73


B. Pendahuluan
     Roidah,pengarang wanita kelahiran Padang, 6 April 1975, ini sangat akrab dengan dunia jurnalistik. Memanatkan pendidikan S-1 di Fakultas Sastra Universitas Andalas (Unand). Berbagai karir pernah dan sedang ditekuninya, mulai dari Communication Specialist/Humas di Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi melalui Program The Habitat and Resource Management for the Kubu (2002-2004) bekerjasama dengan Norwegia Rain Forest, Communication Specialist/Humas di Komunitas Lankan Budaya Indonesia (KLBI) Padang Sumatera Barat (2004-kini), editor Buletin Alam Sumatera (2002-2004), wartawan Harian Umum Singgalang (2001-2002) hingga asisten Redaktur Pelaksana Harian Umum Suara Riau (1999), staf PT Andalas Global Press (1999-2001) dan terakhir sebagai koresponden Majalah Alkisah Aneka Yess! Jakarta untuk wilayah Sumatera Barat (2004-kini). 

     Pendidikannya dan pergaulannya yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis menghantarkannya menghasilkan beragam jenis karya tulis. Sebagian telah dipublikasikan di berbagai media massa. Novelnya yang telah diterbitkan, Love Me, Save Me. . . (DIVA Press, 2004). Sambil tetap berkecimpung secara aktif dalam berbagai kegiatan organisasinya, kini dia sedang serius merampungkan sebuah novel ChickLit yang direncanakan berjudul, Jangan Lari Dariku. 


C. Isi Cerpen (Sinopsis)

     Suatu hari di perjalanan pulang dari Kampus, Ika memberhentikan sebuah bis untuk ditumpanginya sampai rumah. Saat didalam bis, penanya terjatuh dari kursi yang didudukinya. Lalu terdengar suara deheman disebelah kanan, segera dirapikan kembali duduknya tanpa memungut pena tersebut. 

     “Hem!” getar suara itu lagi untuk kedua kalinya. Ika melirik pemilik suara. Hop! Dia lagi! Rasanya ingin kuterjang tubuh besarnya lalu lari melesat ke bangku lain atau malah melompat dari bis kalau saja tangannya yang kokoh itu tidak mencegah niatku. Kelancangannya, keisengannya, digombali dan dikejar-kejar yang membuatku menjadi kesal dan malah keki sendiri tiap kali bertemu ataupun melihatnya. Dia bilang kalau tindakkannya saat itu tidak disengaja. Teman-temannya yang mengajarinya, blaa...bla... aku tak menanggapi penjelasannya. Namun aku jadi tenggelam pada peristiwa yang diungkitnya itu. 

       Yaaa.. lelaki yang duduk disampingku ini. Lelaki yang memaksaku untuk berkenalan. Lelaki yang tempo hari saat dikelas melemparkan secarik kertas kepadaku yang bertuliskan “Kamu manis, mau gak jadi cewekku?” . Aku melongok ke belakang, samping kiri dan kanan mencari si penulis kalimat itu. Segerombolan cowok yang duduk dipojokan tertawa riuh. Namun aku tak kenal mereka. Maklum perkuliahan Kewiraan memang diikuti massal oleh mahasiswa, lebih dari seratusan, gabungan dari beberapa fakultas. Umumnya diikuti mahasiswa tahun satu, sehingga kami belum begitu saling mengenal alias belum tau banyak nama. 

        Dia meminta maaf kepadaku , namun aku mengabaikannya. Kusetop bis lalu turun dengan cepat, walaupun sebenarnya belum sampai ketujuan. Ku lanjutkan dengan langkah-langkah panjang. Ku pikir dia tak akan mengikutiku lagi, tapi salah. Ternyata dia ikut turun lalu terus berjalan cepat hendak menyamai langkahku. Aku mengeluh, tapi bersikap tak perduli pada upayanya itu. Namun ketika aku hendak menyebrang jalan, kurasakan tarikan kencang ditangan kiriku. Tubuhku terayun ke samping si penarik yang tak lain cowok iseng itu lagi. Dua tangannya itu tiba-tiba ikut memegangi pinggangku mungkin untuk menahan tubuhku agar tak terjerembab jatuh ke tanah karena tarikannya itu. Aku menjerit tertahan. Sebuah kijang pick up melaju kencang didepanku. Hanya berjarak beberapa jengkal dari tubuhku. 

          Sekejap kemudian segera kulepaskan tubuh dari tangan-tangan cowok gondrong itu. Mataku mulai membola dan mungkin saat ini mulai memerah juga, dadaku terasa sesak, seperti mo turun hujan dari mataku. Dia mendadak pamit, mungkin karena melihat perubahan di riak mataku itu. Kutarik nafas lega lalu dengan hati yang lapang kusetop bis yang lewat, bermaksud hendak menuju rumah. 

           Mama berkata padaku bahwa katanya, Tante Heni atau adik bontot Papa yang tinggal diMedan itu anak cowoknya kuliah juga di kampusku, tapi Mama tidak tahu dia jurusan apa. Anaknya juga tidak mau tinggal bersama Ika, dia lebih suka ngekost sendiri. Tante Heni akan ke Jakarta dua hari lagi, hari minggu. Keluarga Tante Heni memang jarang berkunjung ke Jakarta. Kalaupun pernah, tak pernah lengkap datang dengan suami dan anak-anaknya. Keluargaku juga begitu, hampir gak pernah ke Medan. Sehingga informasi tentang mereka gak begitu dekat ditelinga kami. Kecuali Bang Hardi, Mama ingat sekali anak sulung Tante Heni itu. Kata Mama anak Tante Heni yang kuliah di Jakarta itu adalah anak ketiganya. 

      Pintu kamarku diketuk bik Imah, melaporkan kalau Tante Heni dan anaknya telah sampai dirumah. Kuhentikan mengetik tugas kampus didepan komputer lalu menarik langkah keluar. Akupun berjalan mendekati mereka, anaknya Tante Heni sedang tekun mengamati majalah Kosmo Pria yang digeletakkan bang Riko dimeja ruang keluarga itu. 

          “Nah... ini lho Hen keponakan bontotmu, Ika,” suara Mama tersadar dari keasikannya bercerita tentang Papa. Langkahku sudah kian dekat ke Tante Heni dan anaknya. “Wah...Cantik sekali! Ya, Rio...ini lho sepupumu itu,” suara Tante Heni, seraya berdiri dari duduknya. Kami bersalaman. Sedangkan cowok bersama Tante Heni itu, baru beberapa detik kemudian berdiri dan berbalik mendapatiku. Mata kami bertemu. Senyumku mendadak patah dan bola mataku membola seperti hendak keluar dari tempatnya. Hal yang sama juga berlangsung di diri cowok itu, matanya tak kalah melototnya. 

          Aku berusaha menepiskan kekakuan yang tercipta, menyambut perlahan uluran tangan Rio lalu menarik kembali senyumku. Lalu ikut berbasa-basi menanyai dia seperti dia menanyaiku. 

      Yah... kami saling berpura-pura baru bertemu hari itu padahal kurasa dikepalanya saat ini melintas semua perangainya padaku yang baru kemarin masih kurasakan, diisengi, digombali, dikejar-kejar untuk kenalan! Sesekali senyum nakalnya mencuat lalu diikuti sikap groginya sambil menggrauk-garuk kepalanya. Perasaanku sendiri sekarang ini masih diantara percaya dan tidak, juga antara kesal dan berusaha memaafkan. Dialah cowok yang melempariku dengan kertas di kuliah Kewiraan serta yang membuatku hampir ditabrak kijang pick up. Tapi juga dia yang menyelamatkanku. Tak pernah terpikirkan olehku kami sepupuan. Benar juga kata pepatah, dunia ini hanya seluas daun kelor.{} 


D. Analisis Unsur
a.) Intrinsik

· Tema : Dunia ini hanya seluas daun kelor.

· Latar : - Di dalam Bis (kesal dan marah).

              - Di Aula Kampus (malu, sedih, dan marah bercampur-baur).

              - Di Jalanan (terburu-buru dan kaget nafasnya seolah terhenti).

              - Di Rumah Ika.

· Alur : Alur Maju

· Tokoh : - Ika

                - Rio (sepupu Ika)

                - Santi (sahabat Ika)

                - Mama Ika

                - Papa Ika

                - Bang Hardi (sepupu Ika)

                - Tante Heni (adik bontot Papa Ika)

                - Bik Imah (pembantu)

                - Bang Riko (Kakaknya Ika)

· Watak : - Ika : Jutek, cuek, baik, dan keras kepala.

                - Rio : Ngeselin, iseng, jail, keras kepala, lancang, penggombal, dan penyelamat.

                - Mama : baik, ramah.

                - Tante Heni : baik, ramah.

· Sudut Pandang : Orang Pertama Pelaku Utama dalam cerita.

· Amanat : Saling bersilahturahmilah terhadap keluarga sendiri yang letaknya jauh maupun dekat.


b.) Ekstrinsik

· Nilai Moral : - Jangan bersikap lancang dan tidak sopan terhadap orang yang baru dikenal.

· Nilai Sosial : - Saling tolong-menolong.

                        - Saling bersilahturahmi dan berkunjung kerumah saudara.

· Nilai Budaya : -


E. Kekurangan dan Kelebihan
a.) Kekurangan

- Bahasanya baku-baku sehingga ada yang susah dimengerti mungkin bagi pembaca.

b.) Kelebihan

- Alur dari ceritanya mudah dipahami.

- Memiliki cover judul.

- Cara penulisan cerpen rapi.


F. Penutup

     Cerpen ini sangatlah cocok untuk para remaja, karena menceritakan tentang percintaan dengan penuh perjuangan mendapatkannya namun ternyata dia adalah sepupuan jauh yang selama ini tinggal di Medan. Dari cerpen tersebut kamupun bakal banyak mendapatkan pelajaran berharga dari kisah indah didalam cerpen ini (termasuk yang sudah dewasa) untuk senantiasa berusaha memaknai masa remaja dalam koridor yang penuh dengan ketulusan, kejujuran dan kehangatan. Apalagi, bila gelora itu sudah melibatkan dimensi terdalam pada diri manusia,yaitu CINTA. Cerpen ini layak untuk dipublikasikan di masyarakat dan mendapatkan apresiasi. 

Related Posts

Resensi Cerpen Buku Selamanya Cinta
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.

1 komentar:

Tulis komentar
avatar
August 29, 2015 at 9:23 AM

Tanya dong apa cover bukunya sama judulnya?

Reply