Perlawanan rakyat Banten terhadap
VOC dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan Ageng Tirtayasa) dan puteranya
bernama Pangeran Purbaya (Sultan Haji). Sultan Ageng Tirtayasa dengan tegas
menolak segala bentuk aturan monopoli VOC dan berusaha mengusir VOC dari
Batavia. Pada tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami kegagalan, yaitu
ditandai oleh keberhasilan Belanda dalam memaksa Sultan Ageng Tirtayasa untuk
menandatangani perjanjian monopoli perdagangan.
Pada tahun 1683, VOC menerapkan
politik adu domba (devide et impera) antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan
puteranya yang bernama Sultan Haji, sehingga terjadilah perselisihan antara
ayah dan anak, yang pada akhirnya dapat mempersempit wilayah serta memperlemah
posisi Kerajaan Banten. Sultan Haji yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan
Sultan Ageng Tirtayasa. Kemenangan Sultan Haji atas bantuan VOC tersebut
menghasilkan kompensasi dalam penandatanganan perjanjian dengan kompeni.
Perjanjian tersebut menandakan
perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dapat dipadamkan, bahkan Banten dapat
dikuasai oleh VOC. Pertikaian keluarga di Kerajaan Banten menunjukkan bahwa
mudahnya rakyat Banten untuk diadu domba oleh VOC.
Pada tahun 1750, terjadi
perlawanan rakyat Banten terhadap Sultan Haji (yang menjadi raja setelah
menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa), atas tindakan Sultan Haji (rajanya) yang
sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri. Perlawanan rakyat Banten ini dapat
dipadamkan oleh Sultan Haji atas bantuan VOC. Sebagai imbalan jasa, VOC diberi
hak untuk memonopoli perdagangan di seluruh wilayah Banten dan Sumatera
Selatan.
Perlawanan Banten Terhadap VOC Banten memiliki posisi yang
strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu sejak
semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya
VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara
Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan
internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan seranganserangan
terhadap VOC.
Tahun 1651, Pangeran Surya naik
tahta di Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul
Karim, anak dari Sultan Abu al- Ma’ali Ahmad yang wafat pada 1650. Pangeran
Surya bergelar Sultan Abu al-Fath Abulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah ini
lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. la berusaha memulihkan posisi
Banten sebagai Bandar perdagangan internasional dan sekaligus menandingi
perkembangan di Batavia. Beberapa yang dilakukan misalnya mengundang para
pedagang Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. Sultan
Ageng juga mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti
Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina. Perkembangan di Banten ternyata sangat
tidak disenangi oleh VOC. Oleh karena itu, untuk melemahkan peran Banten
sebagai Bandar perdagangan, VOC sering melakukan blokade. Jung-jung Cina dan
kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang meneruskan perjalanan menuju Banten.
Sebagai balasan Sultan Ageng juga mengirim beberapa pasukannya untuk mengganggu
kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan di Batavia. Dalam rangka
memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat Banten juga melakukan
perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. Akibatnya hubungan
antara Banten dan Batavia semakin memburuk.
Menghadapi serangan pasukan
Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia dengan mendirikan benteng-benteng
pertahanan seperti Benteng Noordwijk. Dengan tersedianya beberapa benteng di
Batavia diharapkan VOC mampu bertahan dari berbagai serangan dari luar dan
mengusir para penyerang tersebut. Sementara itu untuk kepentingan pertahanan,
Sultan Ageng memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang membentang dari
Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Selain berfungsi untuk meningkatkan produksi
pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga untuk memudahkan transportasi
perang. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini memang banyak dibangun saluran
air/irigasi. Oleh karena jasa-jasanya ini maka sultan digelari Sultan Ageng
Tirtayasa (tirta artinya air).
Serangan dan gangguan terhadap
VOC terus dilakukan. Di tengah-tengah mengobarkan semangat anti VOC itu, pada
tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota Abdulnazar
Abdulkahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji.
Sebagai raja pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, dan
Sultan Ageng Tirtayasa bertanggung jawab urusan luar negeri dibantu puteranya
yang lain, yakni Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan di Banten
ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten W. Caeff. Ia kemudian mendekati dan
menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisah
dan jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya Purbaya. Karena hasutan VOC
ini Sultan Haji mencurigai ayah dan saudaranya. Sultan Haji juga sangat
khawatir, apabila dirinya tidak segera dinobatkan sebagai sultan, sangat
mungkin jabatan sultan itu akan diberikan kepada Pangeran Arya Purbaya. Tanpa
berpikir panjang Sultan Haji segera membuat persekongkolan dengan VOC untuk
merebut tahta kesultanan Banten.
Timbullah pertentangan yang
begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam
persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan
Banten tetapi dengan empat syarat.
Banten harus menyerahkan Cirebon
kepada VOC,
monopoli lada di Banten dipegang
oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina,
Banten harus membayar 600.000
ringgit apabila ingkar janji, dan pasukan Banten yang menguasai
daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik kembali. Isi perjanjian ini
disetujui oleh Sultan Haji.
Pada tahun 1681 VOC atas nama
Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten. Istana Surosowan berhasil
dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan Banten yang berkedudukan di istana
Surosowan. Sultan Ageng kemudian membangun istana yang baru berpusat di
Tirtayasa. Sultan Ageng berusaha merebut kembali Kesultanan Banten dari Sultan
Haji yang didukung VOC.
Pada tahun 1682 pasukan Sultan
Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan. Sultan Haji terdesak dan
segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah bantuan tentara VOC di bawah
pimpinan Francois Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan
terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya
meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan Lebak. Mereka
masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya. Tentara VOC terus
memburu. Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang kemudian bergerak ke
arah Bogor. Baru setelah melalui tipu muslihat pada tahun 1683 Sultan Ageng
Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada
tahun 1692.
Namun harus diingat bahwa
semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya tidak pernah padam.
Ia telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan
tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah Sultan Ageng Tirtayasa
meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus berlangsung. Misalnya
pada tahun 1750 timbul perlawanan yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus.
Perlawanan ini ternyata sangat kuat sehingga VOC kewalahan menghadapi serangan
itu. Dengan susah payah akhirnya perlawanan yang dipimpin Ki Tapa dan Ratu Bagus
ini dapat dipadamkan.
Setelah Sultan Ageng tertangkap, Sultan Haji mengadakan
perjanjian dengan VOC. Isi perjanjian tersebut sangat merugikan Kerajaan
Banten. Antara lain disebutkan "bahwa Banten mengakui kekuasaan VOC".
Meskipun Sultan Haji telah mengakui kekuasaan VOC di Banten,
perlawanan rakyat tidaklah padam. Para pemimpin rakyat Banten tetap mengobarkan
semangat rakyat untuk melawan VOC. Antara lain perlawanan yang dipimpin oleh
Kyai Tapa dan Ratu Bagus.
Mereka mendapatkan bantuan dari Ibnu Iskandar dan Syekh
Yusup. Ibnu Iskandar adalah seorang pelaut dari Sumatra Barat, sedangkan Syekh
Yusup ialah seorang pelaut dari Makasar. Kedua orang pelaut ini menyerang
armada VOC.
Untuk Secara singkat dan intinya dapat dilihat pada PPT dibawah ini :
Perlawanan Rakyat Banten Terhadap Belanda
4/
5
Oleh
indryani sukma
5 komentar
Tulis komentarTrims ya artiklenya... izin Copas. Thanks.
ReplyTerima kasih artikelnya sangat membantu
ReplySangat membantu kak, ijin copas
ReplyBtw itu pangeran purbaya (Sultan haji), kok ikut kabur sama ayah (Sultan Ageng)?
Replypdhl pangeran purbaya sbnrnya sodara kandung Sultan haji, jadi PANGERAN PURBAYA DAN SULTAN HAJI BEDA ORANG YA GESS YA
btw artikelnya di copy sama buku lks ku wkwkw kata'nya persis, buku lks sejarah kelas 11 semester 1 penerbit nya Viva pakarindo
Reply