Sunday, November 11, 2018

Explore Yogyakarta dan Sejarahnya



     Setelah lulus sekolah sebenarnya kami sudah merencanakan berlibur bersama dengan POPAIY ke salah satu kota terpelajar di Indonesia yaitu Yogyakarta, ya sahabat selama 3thn disekolah yang kenal karena salah satu organisasi di sekolah, padahal kamipun berbeda jurusan semua. Tetapi perbedaan itulah yang membuat kami merasa cocok sehingga terjalinlah suatu hubungan persahabatan yang kami beri nama POPAIY yang berarti singkatan dari nama kami ber6. Tak kenal maka tak sayang, perkenalkan dulu nama sahabat saya ada Ayu, Fatur, Fiqhry, Ine, Naufal, dan tentunya saya sendiri. Rencana perjalanan ini sendiripun sudah diagendakan 3 bulan sebelum kita melaksanakan UN (Ujian Nasional) niat sekali bukan? wkwkwk. H-3 bulan sebelum keberangkatan, kebetulan kami berangkat bulan Juni atau Juli saya lupa, jadi dari bulan Maret kami sudah memesan tiket kereta tujuan Jogja. Singkat cerita kami ber 5 berangkat tetapi 1 orang teman kami Naufal tidak jadi pergi bersama karena ada acara perpisahan dari kelasnya sendiri. Begitu juga saya dan teman saya Ine, karena sama-sama jurusan Teknik Komputer Jaringan, sekitar tanggal yang kami tentukan untuk berangkat ke Jogja jurusan saya pun ada Praktek Ujian Kompetensi sehingga bentrok, tiketpun sudah terbeli mau tidak mau saya membujuk Kepala Program saya untuk Ujian lebih awal, saya pikir tidak boleh ternyata boleh. Akhirnya saya dan Ine pun tetap berangkat. Kemudian esoknya ada kabar lagi kalau Ine ingin ikut tes masuk STIN (Sekolah Tinggi Intelegen Negara), jadi terpaksa Ine menyusul datang H+1 setelah kami semua sampai ke Jogja. Sebagai pengganti Naufal, teman saya bernama Fatur mengajak teman sekelasnya bernama Renal untuk ikut bersama kami ke Jogja. 

     Tadinya kami pikir pergi jalan-jalan dengan orang yang tidak kami kenal akan terasa canggung atau keadaan akan terasa sedikit berbeda, ternyata dugaan kami salah. Renal yang sifatnya supel dan petakilan bisa masuk dan sepemikiran dengan kami wkwkwk akhirnya kamipun menjadi akrab dengan Renal. Renal naik dari stasiun Purwokerto karena dia dan keluarganya sudah pindah tidak lagi tinggal di Bekasi. Selain itu Renal juga meneruskan kuliahnya di salah satu Universitas Purwokerto, saya juga lupa namanya. Maklum ya karena saya baru upload cerita ini sekarang setelah 2 tahun lamaya hehe. Lalu, kami naik kereta ekonomi saya lupa namanya hehe sekitar 7jam kalo gak salah. Alasan tujuan kita pergi ke Jogja juga karena ada rumah Orangtuanya Ayu disana dan Bu'le dan Pa'le Ine disana, jadi kita bisa menumpang menginap sekalian mengexplore kota Jogja dengan hemat biaya. Karena disana juga makanan dan minuman termasuk murah, budget kami untuk berliburpun sangatlah minim sehingga sesuai dengan kantong kami para siswa dan siswi yang sedang mencari jati diri untuk bekerja dan kuliah sesuai minat masing-masing.

     Sesampainya di Jogja, hari pertama kami dijemput oleh ayahnya Ayu menggunakan mobil pribadinya dan kamipun bermalam dirumahnya. Selesai bersih-bersih dan makan, bukannya istirahat capek karena baru saja sampai, malah kami menyusuri Tugu Jogja dan Malioboro malam-malam. Tugu Yogyakarta atau yang lebih dikenal sebagai Tugu Malioboro ini mempunyai nama lain Tugu Golong Gilig atau Tugu Pal Putih merupakan penanda batas utara kota tua Yogya. Tugu Yogya bukanlah tugu sembarang, tapi tugu Yogya ini adalah tugu yang memiliki mitos yang sangat bersejarah dan sejuta misteri di dalamnya, sehingga menjadi salah satu keistimewaan yang dimiliki kota Yogya. Tugu Yogya dibangun pada tahun 1755 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, pendiri kraton Yogyakarta yang mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Kraton Yogya dan Gunung Merapi.

     Di jogja saat kami menyusuri Malioboro, menurut saya kota yang memiliki ciri khas daerah yang kental sekali ya. MALIOBORO merupakan salah satu jalan paling populer di Yogya. Selain berada di jantung kota, Malioboro menjadi cukup dikenal karena cerita sejarah yang menyertainya. Keberadaan Malioboro sering pula dikaitkan dengan tiga tempat sakral di Yogya yakni Gunung Merapi, Kraton dan Pantai Selatan. Dalam Bahasa Sanskerta, kata Malioboro bermakna karangan bunga. Kata Malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama Marlborough yang pernah tinggal disana pada tahun 1811 - 1816 M. Pendirian jalan malioboro bertepatan dengan pendirian Kraton Yogyakarta.

     Keluar malampun saya jadi tidak takut, beda dengan di kota Jakarta atau Bekasi keluar malampun sekarang ada begal atau apalah. Disini malah ramai malam-malam dengan warga sekitar yang tinggal disini. Rumah Ayah Ayu berlokasi di jalan Taman Siswa sehingga kami berjalan kaki menyusuri Tugu dan Malioboro karena saking dekatnya, sambil menikmati suasana malam Jogja. Rumah Ayah Ayu juga memiliki cafe sendiri dengan dekorasi seperti rumah antik, dan empang untuk orang-orang yang senang memancing, serta kamar di belakang rumah yang harus jalan dahulu melewati empang jika ingin kesana. Setelah menyusuri Tugu dan Malioboro rasa kepo saya pun akhirnya kesampaian, kemudian kami pulang untuk beristirahat. Kami yang cewek tidur dikamar depan dan anak-anak cowok di kamar belakang yang saya bilang tadi. Cukup horor dan gelap memang, tapi untungnya tidak terjadi apa-apa dengan kami. Hari kedua pun dimulai, saat kami sedang menongkrong di salah satu Circle-K depan rumah Ayah Ayu, Ine memberi kabar bahwa dia sudah dijalan menuju kemari. Yey akhirnya teman petualang kami bertambah. Tak lama Ine pun memberi kabar ke kami kalau sudah sampai, lalu kemudian Fatur menjemputnya di stasiun menggunakan sepeda motor Ayah Ayu. 

     Setelah sampaipun, besoknya kami menyusuri Taman Sari sayangnya taman sarinya tutup sehingga kami tidak masuk ke dalam kolamnya, hanya dibagian Goa dan luar-luarnya saja. Kami diantar menggunakan mobil oleh Ayah Ayu, kemudian setelah sampai kami membayar bapak-bapak dari warga setempat sebagai tourguide karena dia menawarkan diri. Setelah mengikuti tourguide, kami dibawa ke tempat-tempat ini untuk berfoto-foto ria. 

     Di tangga ini sangat banyak didatangi oleh turis ataupun warga yang datang dari luar kota untuk mengambil gambar disana, sehingga untuk naiknya saja harus menunggu bergantian. Makanya foto saya ramai orangnya kan, padahal kalau kosong akan lebih menarik lagi fotonya :(

     Ini di Goa bawah sebelum naik ke atas. Konon katanya Goa ini bisa menembus Pantai Parangtritis, pernah katanya ada orang yang berjalan terus saja sampai-sampai dia tidak sadar kalau sudah berada di Parangtritis. Taman Sari, imbuh Romo Tirun, merupakan tempat peristirahatan Sultan di tengah kejengahannya memikirkan permasalahan yang terjadi di negaranya. Taman Sari adalah tempat Sultan terdahulu menghabiskan waktu bersama para putri, ada pula mitos yang disebarkan di kawasan itu Sultan melempar bunga ke kolam untuk memilih perempuan mana yang akan diajak (bercinta-red)

     Sumur Gumuling adalah tempat pertemuan Ratu Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul dengan Sultan. Sementara menurut Maryoto, Sri Sultan HB I memang membangun Keraton dalam satu sumbu lurus imajiner yang menghubungkan antara Gunung Merapi dengan Pantai Parangtritis. Sultan berharap ketiganya dapat bersinergi.


     Kemudian hari ketiga, kami jalan-jalan menyusuri kota Jogja menggunakan sepeda ontel, kebetulan Ayah Ayu memiliki 4 sepeda. Kami pun menggoes ria, karena dikota Jogja jarang sekali macet. Kami mendatangi jembatan sayidan yang katanya punya banyak cerita dan bersejarah. Jembatan Sayidan membelah Sungai Code yang menghubungkan antara Jalan Pangeran Senopati dengan Jalan Sultan Agung di Yogyakarta. Awal mulanya berfungsi sebagai pintu masuk kawasan ibukota Kraton Yogyakarta. Jembatan Sayidan Yogyakarta dikeliling oleh 4 (empat) kampung diantaranya sisi barat daya terdapat kampung Sayidan, sisi barat laut terdapat kampung Ratmakan, sisi timur laut terdapat kampung Jagalan Beji, dan sisi tenggara terdapat kampung Bintaran Kulon.

     Kami berfoto ria di Jembatan Sayidan. Setelah itu kami melanjutkan perjalan ke Alun-alun Kidul. Sebelum ke Alun-alun Kidul kami berfoto disalah satu Keraton Jogja. Kemudian dari situ barulah kami bermalam di Alun-alun Kidul, menaiki mobil-mobilan berlampu kelap-kelip dengan lagu yang mengiringi, melewati pohon beringin kembar, dan makan makanan angkringan. Kami pun minum kopi Joss, salah satu minuman khas Jogja yaitu kopi yang diberi arang matang sehingga pembeli meminumnya dengan arang-arangnya. Harganya juga murah sekitar 3-5 ribu rupiah kalau tidak salah. Mungkin bagi kamu yang pernah berkunjung ke Yogyakarta, pernah mendengar beragam mitos mengenai pohon ini. Salah satunya yang paling terkenal di kalangan anak muda adalah mitos mengenai siapun orang yang bisa melewati Pohon Beringin ini dengan mata tertutup, maka permintaannya akan terkabul. Ada yang pernah coba hal ini? Benar atau nggak nih yang udah pernah coba?

     Mitos ini berawal dari kisah perjodohan sang putri sultan di zaman Sultan Hamengkubuwono I bertakhta. Sang Sultan ingin sang putri menikah dengan salah satu pria pilihannya. Putri merasa tidak cocok dengan pria tersebut kemudian memberikan satu syarat. Syaratnya adalah setiap pria yang ingin melamar sang putri harus bisa melewati pohon kembar tersebut dari pendopo menuju utara Alun-alun, kemudian harus melewati dua pohon beringin dan selesai di pendopo Alun-alun Selatan dengan mata tertutup.

     Pria tersebut gagal melakukan persyaratan tersebut. Sehingga Sultan HB I seakan-akan bersabda, suatu saat hanya pria yang berhati tulus dan bersih yang mampu melewati persyaratan dari sang putri. Sampai akhirnya ada seorang pria yang berasal dari Siliwangi mampu melewati syarat terebut. Putri pun menikah dengan pria yang mitosnya seorang yang memiliki sifat baik dan tulus mencintai sang putri.

     Keraton Kesultanan Yogyakarta terletak dipusat kota Yogyakarta. Lebih dari 200 tahun yang lalu, tempat ini ini merupakan sebuah rawa dengan nama Umbul Pacetokan. Dibangun oleh Pangeran Mangkubumi menjadi sebuah pesanggrahan dengan nama Ayodya.Pada tahun 1955 terjadilah perjanjian Giyanti yang isinya membagi dua kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dibawah pemerintah Sunan Pakubuwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta dibawah pemerintah Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I. Pesanggrahan Ayodya selanjutnya dibangun menjadi Keraton Kasultanan Yogyakarta . Keraton Yogyakarta berdiri megah menghadap ke arah utara dengan halaman depan berupa alun- alun ( lapangan ) yang dimasa lalu dipergunakan sebagai tempat mengumpulkan rakyat, latihan perang bagi para prajurit, dan tempat penyelenggaraan upacara adat. Pada tepi sebelah selatan Alun- alun Utara , terdapat serambi depan istana yang lazim disebut Pagelaran. Ditempat ini Sri Sultan, kerabat istana dan para pejabat pemerintah Keraton menyaksikan latihan para prajurit atau beberapa upacara adat yang diselenggarakan di alun – alun utara.


     Kemudian Hari berikutnya kami pindah tempat menginap, kali ini di tempat Bu'le dan Pa'le Ine yang bertepatan dekat Candi Prambanan saya lupa nama daerahnya tapi bukan Sleman guys, aduh apaya.... Setelah kami berpamitan dengan Ayah Ayu dan para pelayan di cafenya. Tak lama kami dijemput di depan rumah Ayah Ayu, oleh Pa'le dan Bu'le Ine menggunakan mobil pribadi. 

     Hari pun dimulai, tujuan pertama kami adalah ke Candi. Kami diberi tahu Candi Sojiwan, perjalanan kami kali ini menggunakan mobil. Karena teman kami Fiqhry bisa membawa mobil, akhirnya Fiqhry yang menyetir, jadi kami tidak perlu disupiri. Toh kami pun sudah dewasa hehehe

     Kami pun berfoto ria di Candi ini bersama yang lain juga

     Mungkin tak banyak orang yang tau mengenai keberadaan Candi Sojiwan. Hal ini bisa saja dikarenakan candi ini baru selesai dipugar dan dibuka sebagai tempat wisata pada tahun 2011. Sebelum itu candi ini hanya berupa reruntuhan dan bongkahan-bongkahan batu yang tidak menarik untuk dikunjungi. Padahal, lokasi candi ini tidak jauh dari Candi Prambanan dan Candi Plaosan yang sudah dikenal wisatawan lebih dulu.

     Candi Sojiwan dibangun oleh Raja Balitung sebagai bentuk penghormatan terhadap neneknya, Nini Haji Rakryan Sanjiwana, yang beragama Budha. Nama Sojiwan juga berasal dari nama neneknya, Sanjiwana. Satu hal yang menarik, di kaki Candi Sojiwan terdapat relief binatang atau fabel yang berhubungan dengan cerita Jataka. Diantaranya relief kera yang sedang mentiasati buaya sehingga bisa menyeberang sungai, perlombaan antara garuda dan kura-kura, dan masih banyak lagi.

     Setelah pulang kerumah Bu'le dan Pa'le ternyata Fatur mendapat berita bahwa kalau dia ingin masuk di salah satu Universitas yang dia cita-citakan yaitu PNJ, dia akan melaksanakan ujian tes kejuruannya besok. Kami sebagai sahabat tidak marah, melainkan mendukung sahabat kami Fatur untuk masuk Universitas itu. Akhirnya Fatur pun terpaksa harus pulang duluan dan berpisah dari kami. Malamnya kami mengantar Fatur ke Stasiun dan mengantar juga beli oleh-oleh ciri khas Jogja yaitu Gudeg Yu Djum Jogja.

     Hari terakhir, kami berpetualang menggunakan motor, kebetulan Pa'le Ine memiliki 3 motor jadi kami berbonceng menuju daerah Gunung Kidul dari pagi sampai malam hari. Menurut saya ini adalah touring haha karena jarak yang lumayan menuju sana kemudian berkonfoi dijalanan saling tunggu menunggu, membuat saya merasakan indahnya kota Jogja lebih dekat. Dengan pemandangan sebelah kanan dan kiri Matahari yang menyinari pantai dan tanah lapang berumput. Merasa bahwa Fatur pasti menyesal tidak ikut ke sini. Kami diantar oleh Saudara Ine, mamasnya. Motor Mamas Ine memimpin di depan. Kami di antar ke tempat wisata pantai yang gratis yaitu Pantai Siung, Pantai Nglambor dan melewati juga Pantai Indrayanti. 
     
Pertama kami ke Pantai Siung dulu berenang dan menikmati pemandangan disana. Bermain pasir putih bersama dan membuat tulisan POPAIY haha. Tidak seperti pantai lain, yang cenderung kotor oleh sampah, pantai ini masih terjaga kebersihannya. Selain jarak tempuh yang jauh, akses jalan menuju lokasi juga cukup menantang. Jalan sempit dengan tikungan tajam beserta tanjakan maupun turunan mengiringi perjalanan menuju pantai ini. Motor saya yang dibonceng oleh Renal pun hampir jatuh karena jalannya yang cukup curam. Namun demikian, akses jalan sampai ke lokasi sudah beraspal baik sehingga perjalanan akan terasa menyenangkan. Pantai Siung memiliki Tebing yang bisa memperlihatkan betapa birunya lautan Samudra Hindia, sayangnya saat itu terik sekali sehingga kami tidak kuat untuk naik ke atas sana. Karena merasa kulit juga sudah cukup terbakar dengan berenang dibawah. 


     Kemudian kami ke Pantai Nglambor, nah di pantai ini bisa untuk snorkling. Kalau tidak salah bayar 30ribu untuk menyewa peralatan snorklingnya.

     Bisakah kalian liat dua kura-kura yang menjaga Pantai Nglambor ini pada foto diatas?? Foto diatas seperti kami terpesona akan dua kura-kura penjaga itu. Dimana ditengah-tengahnya lautan yang dangkal. Pemandangan pertama yang menarik perhatianmu tatkala sampai di Pantai Nglambor pasti dua karang yang menyerupai dua ekor kura-kura raksasa. Benar-benar mirip kura-kura, mulai dari punggung hingga bentuk kepalanya.

     Mitos yang beredar, Pantai Nglambor memang dijaga oleh dua ekor kura-kura raksasa. Namun, fakta ilmiahnya, kedua karang berbentuk kura-kura inilah yang membuat Pantai Nglambor selamat dari terjangan ombak besar.

     Dua karang tersebut juga membuat air laut di Pantai Nglambor menjadi dangkal. Banyak terumbu karang tumbuh bebas di dalam lautnya karena hempasan ombak tidak terlalu mengganggu keberadaan terumbu karang.



     Yang snorkling hanyalah Saya, Ine, Fiqhry, dan Renal, Ayu tidak karena dia takut dan tidak bisa berenang di laut katanya. 

     Pada saat saya dan Ine snorkling saya menemukan Ikan Gelembung Nyonya Puff haha, oleh bapak yang mentourguide kan kami diangkatlah ikan itu dan kemudian dia mengeluarkan kulitnya yang tajam-tajam itu namun tidak berbahaya karena kami pun sempat berfoto sambil memegang Ikan Gelembung ini. Selain alat snorkling yang kami dapat, kami pun mendapat foto underwater bersama ikan-ikan mungil yang sangat indah sekali. Setelah seharian sudah mengexplore laut dan pantai kami pun pulang menuju Rumah Pa'le dan Bu'le Ine untuk bermalam sehari lagi. 

     Besoknya pun kami pulang, di antar membeli oleh-oleh ke pasar dekat Candi Prambanan. Selesai membeli oleh-oleh, kami diantar ke stasiun untuk pulang. Setelah berpamitan dengan Mamas, Pa'le dan Bu'le Ine kami pun naik kereta. Perjalanan pulang menjadi terasa berkesan dengan kebersamaan petualangan bersama sahabat tercinta. Kami juga berpisah dengan Renal yang turun di Stasiun Purwokerto duluan, dan terimakasih kawan pengalaman ini sangatlah berharga untuk di ceritakan ke anak cucu kita nanti atau mungkin saat bekumpul reuni membahas masa lalu kembali. Setelah berpisah, tak lama kami sampai di Stasiun Bekasi ber 4. Dan langsung di jemput oleh orangtua masing-masing yang rindu akan anaknya yang pergi jauh hehe.

     Sekian penjelasan pengalaman saya tentang Yogyakarta dan cerita sejarahnya bagaimana. Masih banyak yang belum saya kunjugi disana, kalau saya kembali lagi akan saya datangi yang belum saya datangi haha. Semoga bermanfaat ya untuk kalian dan bisa menjadi referensi liburan kalian mau kemana aja kalau ke Jogja hehe.



     Jangan lupa like dan subscribe video saya dan Channel Youtube saya. terimakasih :)
Berikut Video Ringkas Di Jogja.








Related Posts

Explore Yogyakarta dan Sejarahnya
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.